TEK BERJALAN

SELAMAT DATANG DI SMP NEGERI 2 KEDUNGREJA "Pantang henti terus ber-Aksi" ==> Sekolah berbasis Religi dan Seni. "BRILIANT" Terwujuknya Lulusan Beriman, Responsif, Integritas, Literasi, Peduli, Pandai dan Tangguh

Senin, 16 Februari 2015

Seragam Sekolah yang Menghentikan Cita-cita si Miskin

Diposting dari sumber aslinya :

Tribunnews.com - Sabtu, 4 Juni 2011 10:08 WIB

TRIBUNNEWS.COM — Ini cerita sedih tentang anak keluarga miskin yang ingin sekolah. Sungguh tragis, anak ini harus tersisih dari persaingan masuk sekolah, hanya lantaran orangtua tak kuasa membayar uang seragam sekolah.

Pada salah satu sisi areal pematang sawah yang jauh dari permukiman warga dan berbatasan dengan hutan di Kelurahan Ammassangang, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, berdiri sebuah gubuk tua yang nyaris roboh.

Bangunan rapuh berukuran 4 x 5 meter itu hanya ditopang beberapa kayu dan ditutupi dengan atap rumbia. Tak ada yang menduga jika di dalam rumah itu hidup suami istri dengan enam anak, yang kondisinya amat memprihatinkan.

Sahawiah, ibu yang melahirkan enam anak itu, yang ditemui beberapa waktu lalu, mengaku sengaja memilih hidup terpencil dan jauh dari permukiman penduduk lainnya. Selain karena alasan tak punya lahan untuk tempat tinggal, juga ada perasaan minder untuk bergaul dengan masyarakat sekitar.

Bahkan, dua anak tertua di dalam keluarga ini, Mirnawati (18) dan Irwan (16), tak pernah merasakan bangku sekolah. Keduanya hanya sibuk membantu kedua orangtuanya bekerja menggarap sawah milik orang lain.

Tiga anak lainnya yang berhasil diajak oleh sebuah lembaga pemerhati anak untuk bersekolah kini juga terancam berhenti. Alasannya, mereka tak mampu membeli seragam sekolah. Padahal, ketiga anak itu tergolong sebagai siswa berprestasi di sekolahnya.

Biaya pendidikan memang gratis. Namun, untuk membeli seragam sekolah yang berjumlah empat pasang, yakni putih merah, pramuka, batik, dan baju olahraga, untuk ketiga anaknya, tentu bukan perkara mudah bagi Sahawiah dan suami.

Pendapatannya sebagai petani penggarap jauh dari cukup untuk menopang semua kebutuhan hidup. Pada saat musim panen, semua anggota keluarga, termasuk anak-anaknya, dikerahkan bekerja sebagai buruh tani untuk membantu menopang biaya hidup.

Hasniwati, yang kini tamat SD, terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan dasar sembilan tahun. "Kalau tidak bisa lanjut, ya, terpaksa ikut bantu-bantu orangtua di sawah saja," ujar Hasniwati.

Impian Hasniwati menjadi guru untuk mencerdaskan anak-anak desa terancam kandas. Padahal, ia terggolong berprestasi. Bayangkan, meski belajar pada malam hari hanya dengan penerangan pelita, Hasniwati dan Sarniwati, adiknya, mampu berada di peringkat ke-10 besar.

Sahawiah sesungguhnya menaruh harapan besar kepada anak-anaknya yang kini masih bersekolah. Namun, ia hanya bisa pasrah dengan kondisi yang ada sekarang. "Saya, sih, maunya semua anak saya tidak ada yang buta huruf seperti saya dan bapaknya. Tapi karena kami tak mampu, ya, kami terima apa adanya saja," ujarnya.

Julianti, pemerhati pendidikan dan anak telantar di Polewali Mandar, yang terlibat mendorong tiga dari enam anak Sahawiah untuk bersekolah, menjelaskan, biaya empat seragam berkisar Rp 500.000 per orang.

"Kami sedang mendorong pemerintah agar kewajiban seragam sekolah tak berlaku kepada semua sekolah, untuk meringankan orangtua siswa yang tidak mampu," ujar Julianti

Dari sepenggal ceritera diatas kami anak - anak dari SMP Negeri 2 Kedungreja melalui dana Infak juga ingin sedikit memberi sesuatu untuk meringankan beban yang sedang di alami  oleh teman-teman kami. Semoga dengan pemberian yang sedikit itu akan dapat bermanfaat bagi sesamanya. Amin.

Prosesi peberian bantuan dari dana infak yang diserahkan oleh Kepala Sekolah dan Pembina OSIS :










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEJARAH SMP NEGERI 2 KEDUNGREJA

                 Berdirinya SMP Negeri 2 kedungreja   bermula dari adanya permintaan rakyat desa Jatisari dan sekitarnya pada tahun 1997, ka...